1. DEFINISI
Perikatan adalah
hubungan yang terjadi diantara dua orang atau lebih, yang terletak dalam harta
kekayaan, dengan pihak yang satu berhak atas prestasi dan pihak yang lainnya
wajib memenuhi prestasi itu.
Dari rumus
diatas kita lihat bahwa unsur- unsur perikatan ada empat, yaitu :
1.
Hubungan hukum ;
2.
Kekayaan ;
3.
Pihak-pihak, dan
4.
Prestasi.
Apakah
maksudnya? Maksudnya ialah terhadap hubungan yang terjadi dalam lalu lintas masyarakat,
hukum meletakkan “hak” pada satu pihak dan meletakkan “kewajiban” pada pihak
lainnya.
Apabila
satu pihak tidak mengindahkan atau melanggar hubungan tadi, lalu hukum memaksakan
supaya hubungan tersebut dipenuhi atau dipulihkan. Untuk menilai suatu hubungan hukum perikatan atau bukan, maka hukum mempunyai ukuran- ukuran (kriteria)
tertentu.
Hak
perseorangan adalah hak untuk menuntut prestasi dari orang tertentu, sedangkan
hak kebendaan adalah hak yang dapat dipertahankan terhadap setiap orang.
Intisari dari perbedaan ini ialah hak perseorangan adalah suatu hak terhadap
seseorang, hak kebendaan adalah hak suatu benda. Dulu orang berpendapat bahwa
hak perseorangan bertentangan dengan hak kebendaan. Akan tetapi didalam
perkembangannya, hak itu tidak lagi berlawanan, kadang- kadang bergandengan,
misalnya jual- beli tidak memutuskan sewa (pasal 1576 KUH Perdata).
2. SUMBER HUKUM PERIKATAN
Sumber
hukum perikatan adalah sebagai berikut :
1.
Perjanjian ;
2.
Undang- undang, yang dapat dibedakan
dalam Undang- undang semata- mata;
Undang- undang karena
perbuatan manusia yang Halal ;
Melawan hukum;
3.
Jurisprudensi;
4.
Hukum tertulis dan tidak tertulis;
5.
Ilmu pengetahuan hukum.
Ada
3. Jenis Perikatan
Perikatan
dibedakan dalam berbagai- bagai jenis :
1. Dilihat dari objeknya;
a.Perikatan
untuk memberikan sesuatu;
b.
Perikatan untuk berbuat sesuatu;
c.
Perikatan untuk tidak berbuat sesuatu.
Perikatan untuk memberi
sesuatu (geven) dan untuk berbuat
sesuatu (doen) dinamakan perikatan positif dan perikatan
untuk tidak berbuat sesuatu (niet doen)
dinamakan perikatan negatif;
d.
perikatan mana suka (alternatif);
e.
perikatan fakultatif;
f.
perikatan generik dan spesifik;
g. perikatan
yang dapat dibagi dan yang tidak dapat dibagi (deelbaar dan ondeelbaar);
h.
perikatan yang sepintas lalu dan terus- menerus (voorbijgaande dan voortdurende).
2. Dilihat dari subjeknya,
maka dapat dibedakan
a.
perikatan tanggung- menanggung (hoofdelijk
atau solidair) ;
b.perikatan
pokok dan tambahan ( principale dan accessoir) ;
3. Dilihat dari daya kerjanya,
maka dapat dibedakan:
a.
perikatan dengan ketetapan waktu;
b.perikatan
bersyarat.
Apabila diatas
kita berhadapan dengan berbagai jenis perikatan sebagaimana yang dikenal Ilmu
Hukum perdata, maka undang- undang membedakan jenis perikatan sebagai berikut:
1. Perikatan
untuk memberi sesuatu, berbuat sesuatu, dan tidak berbuat sesuatu;
2.
Perikatan bersyarat;
3.
Perikatan dengan ketetapan waktu;
4.
Perikatan mana suka (alternatif);
5.
Perikatan tanggung- menanggung (hoofdelijk,
solidair);
6.
Perikatan dengan ancaman hukuman.
4.
Perikatan
Untuk Memberi Sesuatu
Dalam
setiap perikatan untuk memberikan sesuatu, termaktub kewajiban yang berutang untuk
menyerahkan harta benda yang bersangkutan dan merawatnya sebagai seorang bapak
rumah tangga yang baik, sampai pada saat penyerahan.
Kewajiban yang
terakhir ini adalah kurang, atau lebih luas dari persetujuan- persetujuan tertentu,
yang akibat- akibatnya akan ditunjukkan dalam bab- bab yang bersangkutan.
Mengenai
perikatan memberikan sesuatu, undang- undang tidak merumuskan gambaran yang
sempurna.
Dari ketentuan
diatas dapat disimpulkan bahwa perikatan memberikan sesuatu adalah perikatan
untuk menyerahkan (leveren) dan
merawat benda ( prestasi) sampai pada
saat penyerahan dilakukan.
Kewajiban
menyerahkan merupakan kewajiban pokok, dan kewajiban merawat merupakan
kewajiban preparatoir. Kewajiban preparatoir
maksudnya hal- hal yang harus dilakukan oleh debitur menjelang penyerahan dari
benda yang diperjanjikan. Dengan perawatan benda tersebut dapat utuh, dalam
keadaan baik, dan tidak turun harganya. Apabila dalam perjanjian memberikan
sesuatu ada kewajiban mengansuransikan benda yang bersangkutan, kewajiban itu
termasuk kewajiban preparatoir.
Didalam kewajiban memberikan benda itu, ditentukan pula bahwa debitur harus memelihara
benda- benda tersebut sebagai seorang bapak rumah tangga yang baik (als een goed huis vader).
5.
Perikatan
Untuk Berbuat Sesuatu atau Tidak Berbuat Sesuatu
“
Apabila yang berhutang tidak memenuhi kewajibannya didalam perikatan untuk berbuat
sesuatu atau tidak berbuat sesuatu, maka diselesaikan dengan memberikan ganti rugi
berupa biaya dan bunga” (Pasal 1239 KUH Perdata).
Dalam pada itu,
yang berpiutang berhak menuntut penghapusan segala sesuatu yang dibuat
berlawanan dengan perikatan, dan ia boleh meminta supaya dikuasakan kepada hakim
agar menghapus segala sesuatu yang telah dibuat tadi diatas biaya yang
berutang, dengan tidak mengurangi hak penggantian biaya rugi dan bunga jika ada
alasan untuk itu ( Pasal 1240 KUHPerdata).
Ketentuan ini
mengandung pedoman untuk melakukan Eksekusi
Riel pada perjanjian agar tidak berbuat sesuatu.
Yang dimaksud
dengan riele eksekusi ialah kreditur
dapat mewujudkan sendiri prestasi yang dijanjikan dengan biaya dari debitur
berdasarkan kuasa yang diberikan Hakim. Hal itu dilakukan apabila debitur
enggan melaksanakan prestasi itu.
Riele
eksekusi hanya dapat diadakan dalam perikatan untuk berbuat
sesuatu dan untuk tidak berbuat sesuatu.
Pada perikatan
untuk berbuat sesuatu ada hal- hal yang tidak dapat diadakan eksekusi riele, yaitu apabila perikatan
itu sangat pribadi, misalnya perjanjian untuk melukis atau bernyanyi. Dalam hal
ini, untuk melindungi agar kreditur dapat meminta ganti rugi. Di samping
menuntut ganti rugi, kreditur dapat juga menuntut uang pemaksa (dwangsom) dari debitur. Apabila kreditur
menuntut ganti rugi, haruslah benar- benar dapat dibuktikan bahwa ia menderita
kerugian, sedangkan dalam hal menuntut uang paksa cukuplah kreditur
mengemukakan bahwa debitur tidak memenuhi kewajibannya.